STOCK LIBERTY RESERVE

HARGA : Rp. 8750/LR

STOCK : 0


MITRA BISNIS TOKO MAS GUNUNG


Mencari MITRA KERJASAMA BISNIS TOKO PERHIASAN EMAS MUDA , silahkan anda lihat tawarannya di alamat www.tokomasgunung.blogspot.com

Dirham COIN Exclusive

Dirham COIN Exclusive
Koin dirham produksi Aneka Tambang design Exclusive dengan kadar 99.9% (Mau Jadi Agen Dirham? Harga cenderung naik terus seperti emas) Lihat infonya dibawah!

Jumat, 19 Desember 2008

SIKLUS BENCANA FINANSIAL


Schumpeter Memopulerkan teori siklus ekonomi. Ada gerakan naik (boom), ada pula gerakan turun (burst). Inovasi akan mendorong siklus ekonomi naik sehingga mencapai boom. Namun pada titik boom itu selalu ada unsur spekulasi yang menyebabkan terjadinya gerak turun, hingga di titik terendah muncul ivonasi baru untuk kembali mengangkat roda ekonomi. Teori siklus ini hanya dalam konteks instabilitas sektor produktif. Siklus yang normal tidak bisa mengakomodasi spekulasi pasar finansial.

Krisis di Amerika Serikat telah memantik krisis finansial global. Rontoknya lembaga keuangan raksasa, seperti Bear Stearns & Co Inc dan Merrill Lynch, akibat subprime mortgage telah menyeret Eropa dan Jepang ke dalam kesulitan. Kini kita tahu, hampir semua lembaga keuangan Amerika tersandung seperti Bear Stearns dan Merril Lynch.

Instabilitas finansial yang berlarut-larut itu akhirnya menyeret Amerika ke dalam situasi sulit. Sektor produktif terganggu, kinerja ekonomi secara keseluruhan merosot, dan hajat hidup orang banyak ikut runyam. Turunnya kinerja ekonomi Amerika sebagai negeri yang menyumbang 25% bagi perekonomian dunia jelas akan menyeret dunia dalam kesulitan. Pada Maret 2008, IMF memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Amerika hanya 0,5% dari sebelumnya yang diperkirakan 1,9%. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi global pun akan turun dari 4,1% menjadi 3,7% saja.

Merosotnya keperkasaan ekonomi Amerika itu membuat para aktor ekonomi mencari lahan baru untuk mencetak laba. Brasil, Rusia, India, dan Cina (BRIC) menjadi salah satu tumpuannya. Mereka dinilai sebagai pusat pertumbuhan yang bisa menggantikan Amerika untuk menjadi penggerak ekonomi dunia. Di sisi lain, fenomena keruntuhan Amerika itu mendorong negara-negara Amerika Latin memperkuat diri dalam jaringan ekonomi regional mereka. Begitu pula dengan kawasan ASEAN dengan cita-cita bersama mereka membentuk pasar tunggal ASEAN.

Terkait dengan rontoknya ekonomi Amerika itu, pada teori siklus bisnis Schumpeter. disebutkan, bahwa pada saat booming ekonomi, kredit akan bergerak tak terkendali, lalu moral hazard (keserakahan) merajalela, hingga masa-masa kemakmuran berbalik menjadi krisis. Kredit tak terkendali itu kini muncul dalam bentuk produk-produk keuangan yang sebagian mengandung bahaya (toxic derivative).

Lantas, apa bedanya bencana finansial di Amerika Serikat dengan krisis Asia 1997-1998? Krisis di Amerika dibangkitkan instrumen investasi surat utang (mortgage), sedangkan krisis Asia disebabkan utang korporasi yang eksesif. Lagi-lagi, booming ekonomi membuat para aktor bisnis terlalu berani berspekulasi. Walhasil, mereka terjebak dalam kondisi maturity mismacht dan currency mismacht.

Yang pertama menunjuk pada situasi ketika para pebisnis sembrono menggunakan pinjaman jangka pendek untuk membiayai bisnis jangka panjang. Yang kedua merujuk pada spekulasi yang menggunakan kredit valuta asing untuk bisnis domestik, yang riskan jika terjadi gejolak nilai tukar.

Pada mulanya, semua baik-baik saja. Sistem nilai tukar yang dipatok pada kurs tertentu membuat para debitur itu merasa aman, tanpa harus menjaga utangnya dengan upaya lindung nilai. Situasi sontak berubah ketika nilai tukar mata uang dibiarkan mengambang di pasar. Nilai tukar bergejolak. Perusahaan-perusahaan besar yang punya kewajiban dalam dolar mengalami masalah gagal bayar (default).

Analisis balance sheet atas laporan keuangan 179 perusahan yang semuanya tercatat di Bursa Efek Indonesia. Hasilnya, ternyata antara, lain menunjukkan bahwa para debitur itu cenderung menggunakan kredit dolarnya untuk investasi baru, bukan untuk mengonsolidasikan aset likuidnya. Ketergantungan pada dolar juga cukup besar, karena setiap peningkatan 10% dari total utang akan mengerek utang dolarnya sebesar 45%. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat korelasi fenomena ekonomi mikro dan makro.

(Sumber Buku Bencana Finansial oleh A. Prasetyantoko)

Tidak ada komentar: